Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komisi
Nasional (Komnas) Perempuan adalah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk
sebagai mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.
Komisi nasional ini didirikan tanggal 15 Oktober 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 181/1998.
Komnas Perempuan
lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada
pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menangapi dan menangani
persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi
kekerasan seksual yang dialami terutama perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan
Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.
Untuk pengeluaran
rutin, Komnas Perempuan memperoleh dukunganan dari Sekretariat Negara. Selain
itu Komnas Perempuan juga menerima dukungan dari individu-individu dan berbagai
organisasi nasional dan internasional. Komnas Perempuan melakukan
pertanggungjawaban publik tentang program kerja maupun pendanaanya. Hal ini
dilakukan melalui laporan tertulis yang bisa diakses oleh publik maupun melalui
acara “Pertanggungjawaban Publik” di mana masyarakat umum dan konstituen Komnas
Perempuan dari lingkungan pemerintah dan masyarakat dapat bertatap muka dan
berdialog langsung.
Susunan organisasi
Komnas Perempuan terdiri dari komisi Paripurna dan Badan Pekerja. Anggota
komisi Paripurna berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi,
agama dan suku yang memiliki integritas, kemampuan, pengetahuan, wawasan
kemanusiaan dan kebangsaan serta tanggungjawab yang tinggi untuk mengupayakan
tercapainya tujuan Komnas Perempuan.
Latar
Belakang
Pada pertengahan
bulan Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta dan beberapa kota
lain. Di tengah penjarahan, pembakaran serta pembunuhan, perempuan etnik
Tionghoa dijadikan sasaran perkosaan dalam penyerangan massal pada komunitas
Tionghoa secara umum.
Tim Relawan Untuk Kemanusiaan, sebuah organisasi masyarakat
yang memberi bantuan pada korban kerusuhan, mencatat adanya 152 perempuan yang
menjadi korban perkosaan, 20 diantaranya kemudian dibunuh. Tim Gabungan Pencari Fakta, yang didirikan pada tahun yang
sama oleh pemerintahan Habibie
untuk melakukan investigasi terhadap kerusuhan ini, menghasilkan verifikasi
terhadap 76 kasus perkosaan dan 14 kasus pelecehan seksual.
Atas tuntutan para
pejuang hak perempuan akan pertanggungjawaban negara atas kejadian ini,
tercapai kesepakatan dengan Presiden RI untuk mendirikan sebuah komisi
independen di tingkat nasional yang bertugas menciptakan kondisi yang kondusif
bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan HAM
perempuan di Indonesia.
Komnas Perempuan
memaknai ‘Kekerasan terhadap Perempuan’ sesuai dengan definisi pada deklarasi
yang dikeluarkan pada Konperensi HAM di Wina pada tahun 1993 dan sudah merupakan hasil sebuah
konsensus internasional. Definisi ini mencakup kekerasan yang dialami perempuan
di dalam keluarga, dalam komunitas maupun kekerasan negara. Pada konferensi
internasional ini juga ditegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah
pelanggaran HAM, dan bahwa pemenuhan hak-hak perempuan adalah pemenuhan hak-hak
asasi manusia.
Fokus perhatian
Komnas Perempuan pada saat ini adalah perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga; perempuan pekerja rumah tangga yang bekerja di dalam negeri maupun di
luar negeri sebagai buruh migran; perempuan korban kekerasan seksual yang
menjalankan proses peradilan; perempuan yang hidup di daerah konflik
bersenjata; dan, perempuan kepala keluarga yang hidup di tengah kemiskinan di
daerah pedesaan.
Pada saat ini, Komnas
Perempuan mempunyai 17 komisioner yang berasal dari latar belakang yang
beragam, baik dari segi agama dan suku, umur dan jenis kelamin, maupun dari
segi disiplin ilmu dan profesi. Mereka dipilih melalui proses nominasi oleh
para komisioner periode terdahulu yang kemudian diseleksi berdasarkan kriteria
yang telah disepakati bersama atas fasilitas dari sebuah tim independen.
Peran
Dalam menjalankan
mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :
- menjadi pusat sumber (informasi) tentang hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM;
- menjadi negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada kepentingan korban;
- menjadi inisiator perubahan serta perumusan kebijakan, termasuk perangkat dan sistem hukum serta sistem dan kapasitas penanganan/pelayanan bagi korban yang memberi perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak perempuan;
- menjadi pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis jender secara berkala dengan bekerja sama dengan institusi-institusi HAM lainnya;
- menjadi fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Tujuh
Nilai Dasar Yang Dipegang Teguh Komnas Perempuan
- kemanusiaan – bahwa setiap orang wajib dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki harkat dan martabat yang sama tanpa kecuali;
- kesetaraan dan keadilan jender – bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dan segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi, yang sedang diupayakan terbangun seharusnyalah menjamin tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi-asumsi tentang ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan;
- keberagaman – bahwa perbedaan atas dasar suku, ras, agama, kepercayaan dan budaya merupakan suatu hal yang perlu dihormati, bahkan dibanggakan, dan bahwa keberagaman yang sebesar-besarnya merupakan kekuatan dari suatu komunitas atau organisasi jika dikelola dengan baik;
- solidaritas – bahwa kebersamaan antara pihak-pihak yang mempunyai visi dan misi yang sama, termasuk antara aktivis dan korban, antara tingkat lokal, nasional dan internasional, serta antara organisasi dari latar belakang yang berbeda-beda, merupakan sesuatu yang perlu senantiasa diciptakan, dipelihara dan dikembangkan karena tak ada satu pun pihak dapat berhasil mencapai tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara sendiri-sendiri;
- kemandirian – bahwa posisi yang mandiri tercapai jika ada kebebasan dan kondisi yang kondusif lainnya bagi lembaga untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan penegakan hak-hak asasi manusia bagi kaum perempuan tanpa tekanan dan kewajiban-kewajiban yang dapat menjauhkan lembaga dari visi dan misinya;
- akuntabilitas – bahwa transparansi dan pertanggungjawaban kepada konstituensi dan masyarakat luas merupakan kewajiban dari setiap institusi publik yang perlu dijalankan melalui mekanisme-mekanisme yang jelas;
- anti kekerasan dan anti diskriminasi – bahwa, dalam proses berorganisasi, bernegosiasi dan bekerja, tidak akan terjadi tindakan-tindakan yang mengandung unsur kekerasan ataupun diskriminasi terhadap pihak manapun.
Kampanye
16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Sejarah Kampanye 16
Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Kampanye 16 Hari Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence)
merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak
asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di
Indonesia. Aktivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global
Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global
Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November
yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM)
Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka
menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM,
serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk
pelanggaran HAM. Keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye 16 Hari Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah dimulai sejak tahun 2003. Dalam
kampanye 16 HAKTP ini, Komnas Perempuan selain menjadi inisiator juga sebagai
fasilitator pelaksanaan kampanye di wilayah-wilayah yang menjadi mitra Komnas
Perempuan. Hal ini sejalan dengan prinsip kerja dan mandat Komnas Perempuan
yakni untuk bermitra dengan pihak masyarakat serta berperan memfasilitasi upaya
terkait pencegahan dan penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.
Mengapa 16
Hari ?
Penghapusan kekerasan
terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen
masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan,
Pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Dalam rentang 16 hari, para aktivis
HAM perempuan mempunyai waktu yang cukup guna membangun strategi
pengorganisiran agenda bersama yakni untuk:
- menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM,
- mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para survivor (korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan),
- mengajak semua orang untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan kampanye ini sangat beragam dari satu daerah ke daerah lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh temuan tim kampanye di masing-masing daerah atas kondisi ekonomi, sosial, dan budaya, serta situasi politik setempat. Apapun strategi kegiatan, yang pasti strategis ini diarahkan untuk:
- meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis jender sebagai isu Hak Asasi Manusia di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional
- memperkuat kerja-kerja di tingkat lokal dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan
- membangun kerjasama yang lebih solid untuk mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di tingkat lokal dan internasional
- mengembangkan metode-metode yang efektif dalam upaya peningkatan pemahaman publik sebagai strategi perlawanan dalam gerakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
- menunjukkan solidaritas kelompok perempuan sedunia dalam melakukan upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
- membangun gerakan anti kekerasan terhadap perempuan untuk memperkuat tekanan terhadap pemerintah agar melaksanakan dan mengupayakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Apa yang terjadi dalam rentang waktu 25 November – 10 Desember?
- 25 November : Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Tanggal ini dipilih sebagai penghormatan atas meninggalnya Mirabal bersaudara (Patria, Minerva & Maria Teresa) pada tanggal yang sama di tahun 1960 akibat pembunuhan keji yang dilakukan oleh kaki tangan pengusasa diktator Republik Dominika pada waktu itu, yaitu Rafael Trujillo. Mirabal bersaudara merupakan aktivis politik yang tak henti memperjuangkan demokrasi dan keadilan, serta menjadi simbol perlawanan terhadap kediktatoran peguasa Republik Dominika pada waktu itu. Berkali-kali mereka mendapat tekanan dan penganiayaan dari penguasa yang berakhir pada pembunuhan keji tersebut. Tanggal ini sekaligus juga menandai ada dan diakuinya kekerasan berbasis jender. Tanggal ini dideklarasikan pertama kalinya sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 1981 dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama.
- 1 Desember : Hari AIDS Sedunia Hari AIDS Sedunia pertama kali dicanangkan dalam konferensi internasional tingkat menteri kesehatan seluruh dunia pada tahun 1988. Hari ini menandai dimulainya kampanye tahunan dalam upaya menggalang dukungan publik serta mengembangkan suatu program yang mencakup kegiatan pencegahan penyebaran HIV/AIDS, dan juga pendidikan dan penyadaran akan isu-isu seputar permasalahan AIDS.
- 2 Desember : Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan Hari ini merupakan hari diadopsinya Konvensi PBB mengenai Penindasan terhadap Orang-orang yang diperdagangkan dan eksploitasi terhadap orang lain (UN Convention for the Suppression of the traffic in persons and the Exploitation of other) dalam resolusi Majelis Umum PBB No 317(IV) pada tahun 1949. Konvensi ini merupakan salah satu tonggak perjalanan dalam upaya memberikan perlindungan bagi korban, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak, atas kejahatan perdagangan manusia.
- 3 Desember : Hari Internasional bagi Penyandang Cacat Hari ini merupakan peringatan lahirnya Program Aksi Sedunia bagi Penyandang Cacat (the World Programme of Action concerning Disabled Persons). Program aksi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1982 untuk meningkatkan pemahaman publik akan isu mengenai penyandang cacat dan juga mambangkitkan kesadaran akan manfaat yang dapat diperoleh, baik oleh masyarakat maupun penyandang cacat, dengan mengintegrasikan keberadaan mereka dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
- 5 Desember : Hari Internasional bagi Sukarelawan Pada tahun 1985 PBB menetapkan tanggal 5 Desember sebagai Hari Internasional bagi Sukarelawan. Pada hari ini, PBB mengajak organisasi-organisasi dan negara-negara di dunia untuk menyelenggarakan aktivitas bersama sebagai wujud rasa terima kasih dan sekaligus penghargaan kepada orang-orang yang telah memberikan kontribusi amat berarti bagi masyarakat dengan cara mengabdikan hidupnya sebagai sukarelawan.
- 6 Desember : Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan Pada hari ini di tahun 1989, terjadi pembunuhan massal di Universitas Montreal Kanada yang menewaskan 14 mahasiswi dan melukai 13 lainnya (13 diantaranya perempuan) dengan menggunakan senapan semi otomatis kaliber 223. Pelaku melakukan tindakan tersebut karena percaya bahwa kehadiran para mahasiswi itulah yang menyebabkan dirinya tidak diterima di universitas tersebut. Sebelum pada akhirnya bunuh diri, lelaki ini meninggalkan sepucuk surat yang berisikan kemarahan amat sangat pada para feminis dan juga daftar 19 perempuan terkemuka yang sangat dibencinya.
- 10 Desember : Hari HAM Internasional Hari HAM Internasional bagi organisasi-organisasi di dunia merupakan perayaan akan ditetapkannya dokumen bersejarah, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB di tahun 1948, dan sekaligus merupakan momen untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip HAM yang secara detail terkandung di dalam deklarasi tersebut
Source : wikipedia.org
0 komentar:
Posting Komentar