Kebijakan Penyusunan
Data Pengelolaan Keuangan Daerah
Selasa, 08 Oktober 2013
10:36:01 | Good
Governance
Dalam
konteks profesi atau pekerjaan, tentu jangan lagi kita berpikir bahwa pegawai
yang ditempatkan dibagian data hanyalah pegawai yang tidak penting. Dalam Pasal
63 ayat (2) PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan
kepada Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dapat diberikan tambahan penghasilan.
Kenapa ? Mereka bisa dilihat dari sisi kelangkaan profesi sebagai penyusunan data.
Mungkin bisa dilihat sebagai pekerjaan yang mengandung resiko. Tentu tidak
terbayangkan seandainya mereka memberi data yang salah, akibatnya akan sangat
fatal. Data tentang impor sapi, misalnya, karena datanya salah, pihak-pihak
terkait juga salah dalam menghitung kebutuhan daging dalam negeri. Inilah
pentingnya data yang bisa diolah menjadi informasi. Kita semakin yakin bahwa
data menjadi hal yang sangat penting dalam menyuguhkan informasi tentang
keuangan daerah yang akurat dan akuntabel. Kita pun makin antusias
mempresentasikan masalah data, yang dimulai sekitar awal tahun 2012. Awalnya,
kita minta pemerintah provinsi membenahi masalah data. Kenapa ke pemerintah
provinsi ? Karena sesuai peraturan perundangan, gubernur merupakan wakil
pemerintah pusat di daerah. Oleh karena itu, meskipun pemerintah pusat bisa
menghubungi langsung ke kab/kota, namun hal itu tidak dilakukan. Prinsipnya,
data yang diperoleh harus berasal dari provinsi. Kementerian Dalam Negeri,
dalam hal ini Ditjen Keuangan Daerah, ingin menyamakan persepsi serta mencari
solusi atas berbagai kesulitan yang dialami daerah terkait dengan data dan
informasi tentang keuangan daerah. Maka, tidak ada alasan bagi provinsi untuk
tidak member data yang dibutuhkan oleh pusat. Pusat minta data ke provinsi
karena masih ada kab/kota yang susah dihubungi. Bahkan, saat ini, masih ada
kab/kota yang sulit diminta data. Boleh jadi mereka mengacu pada Pasal 13 ayat
(2) PP No. 58 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa penganggaran untuk setiap
pengeluaran APBN harus didukung dengan dasar hukum yang melandasinya. Terkait
dengan penyusunan data, hal itu sudah diamanatkan dalam peraturan perundangan,
yakni Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, PP No. 58
tahun 2005, dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah. Dalam PP No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan
Daerah juga diamanatkan bahwa daerah diminta untuk menyampaikan data tentang
keuangan daerah. PP No. 58 Tahun 2005 merupakan turunan dari Undang-Undang No.
32 Tahun 2004 yang mengamanatkan bahwa kepala daerah diminta untuk menyampaikan
laporan realisasi anggaran setiap semester.
Sesuai
PP No. 56 Tahun 2005, ada kewajiban daerah untuk menyampaikan informasi yang
berkaitan dengan keuangan daerah kepada pemerintah informasi keuangan daerah
yang disampaikan harus memenuhi prinsip-prinsip akurat, relevan, serta dapat
dipertanggungjawabkan. Informasi keuangan daerah disampaikan kepada Menteri
Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Bahkan, Menteri Keuangan “dibekali senjata”
berupa sanksi penundaan penyaluran DAU bagi daerah yang terlambat menyampaikan
APBN. Penyampaian laporan APBN merupakan kewajiban bagi daerah sebagai salah
satu bagian dari informasi pengelolaan keuangan daerah. Di daerah banyak
tersedia data dan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah, seperti APBD,
LAKIP, dan lain-lain, termasuk neraca daerah dan laporan arus kas atas laporan
keuangan. Sehingga banyak orang bilang bahwa kontor sesungguhnya merupakan
collection of data. Kita tidak bisa membayangkan ada kantor yang tidak memiliki
data. Mekanisme penyampaian informasi keuangan daerah dilakukan secara berkala
dengan dokumen tertulis. Saat ini, aturan masih menghendaki perlu adanya
laporan tertulis (hard copy). Memang, kebijakan ini berbeda dengan Negara lain
yang sudah tidak menggunakan hars copy (paperless). Di Negara kita karena masih
ada ketentuan yang mengatur seperti itu (menggunakan hard copy, red), hal itu
harus dipatuhi. Namun, untuk memenuhi prinsip ketepatan waktu, kami saat ini
juga menawarkan kepada daerah untuk menyampaikan APBD melalui email atau bahkan
SMS. Hal itu tidak menjadi masalah, yang penting memenuhi asas akurat, relevan
dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada prinsipnya, sepanjang dokumen dikirim
oleh orang dengan alamat/instansi yang jelas, dokumen itu bisa digunakan.
Namun, untuk menghindari pemasukan data-data yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan, daerah akan diberikan password. Password tersebut
sekaligus bisa digunakan oleh daerah yang ingin mengetahui tingkat kepatuhan
daerah yang bersangkutan. Dengan password, daerah bisa membuka sendiri datanya,
dan hanya daerah yang bersangkutan yang bisa mengakses data tersebut. Ketika
sudah di-published di internet maka data tersebut sudah menjadi domain public
(bukan lagi rahasia Negara). Untuk itu, dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip
keterbukaan informasi, daerah diminta untuk menginformasikan APBD kepada
masyarakat. Tujuannya, supaya masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya.
Pusat
hanya ingin mendapatkan gambaran, seperti apa peta realisasi APBD, misalnya,
hingga triwulan IV 2012 atau pada tahun berjalan. Tentu, data itu bukanlah data
permanen, dan pusat akan tetap menggunakan data berupa laporan
pertanggungjawaban yang sudah menjadi perda. “Jadi, kekhawatiran daerah terhadap
data itu sebenarnya tidak perlu dipelihara,”ujar Syarifuddin, Direktur
Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, saat menjadi pembicara
dalam acara Rapat Pembinaan Penyusunan Data Administrasi Keuangan Daerah
Provinsi dan Kab/Kota, di Jakarta. Pengolahan data akan lebih mudah dan akurat
ketika sudah menggunakan sistem/aplikasi. Sayang, sampai saat ini belum semua
daerah menggunakan aplikasi. Artinya, masih ada daerah yang sampai hari ini
manual dalam mengelola data atau menyusun laporan keuangannya. Pusat memang
tidak punya hak dan kewajiban untuk memaksa daerah untuk
menggunakan/mengarahkan kepada satu sistem tertentu. Sistem hanyalah sebuah
media dan alat untuk mempermudah pelaporan keuangan bagi daerah. Karena
serba cepat dan akurat sudah menjadi tuntutan, sehingga menggunakan
sistem/aplikasi adalah jawabannya. Sistem informasi saat ini menjadi satu
kebutuhan. Untuk itu, kita harus menyesuaikan dengan kemajuan teknologi yang
ada. Kita perlu menegaskan kembali bahwa APBN berjalan paling lambat disampaikan
pada tanggal 31 Januari, sedangkan APBD
Perubahan paling lambat 30 hari setelah ditetapkan. Laporan semester paling lambat 30 hari setelah berakhirnya semester yang bersangkutan. Sedangkan Laporan neraca APBD paling lambat disampaikan pada tanggal 31 Agustus. Ditjen Keuangan Daerah pernah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar aturan penyampaian paling lambat tanggal 31 Agustus ditinjau ulang, karena terkesan tergesa-gesa. Tujuan dari penyampaian data tersebut adalah dalam rangka penyusunan kebijakan dan pengendalian fiscal secara nasional, penyajian informasi keuangan daerah secara nasional, serta meluruskan kebijakan keuangan daerah. Dengan daerah disiplin dalam penyediaan data, manfaatnya bukan hanya bagi pemerintah pusat tetapi juga bagi daerah. Gubernur, selaku wakil pemerintah pusat di daerah, seharusnya memiliki data yang memadai berkaitan dengan data-data yang ada di kab/kota di wilayahnya. Dengan daerah kab/kota menyusun laporan keuangan secara rutin, hal itu juga akan sangat bermanfaat bagi para pengambil keputusan di daerah.
Perubahan paling lambat 30 hari setelah ditetapkan. Laporan semester paling lambat 30 hari setelah berakhirnya semester yang bersangkutan. Sedangkan Laporan neraca APBD paling lambat disampaikan pada tanggal 31 Agustus. Ditjen Keuangan Daerah pernah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar aturan penyampaian paling lambat tanggal 31 Agustus ditinjau ulang, karena terkesan tergesa-gesa. Tujuan dari penyampaian data tersebut adalah dalam rangka penyusunan kebijakan dan pengendalian fiscal secara nasional, penyajian informasi keuangan daerah secara nasional, serta meluruskan kebijakan keuangan daerah. Dengan daerah disiplin dalam penyediaan data, manfaatnya bukan hanya bagi pemerintah pusat tetapi juga bagi daerah. Gubernur, selaku wakil pemerintah pusat di daerah, seharusnya memiliki data yang memadai berkaitan dengan data-data yang ada di kab/kota di wilayahnya. Dengan daerah kab/kota menyusun laporan keuangan secara rutin, hal itu juga akan sangat bermanfaat bagi para pengambil keputusan di daerah.
Sumber
:Keuda-Kemendagri
Source : www.kemendagri.go.id
0 komentar:
Posting Komentar